Minggu, 31 Oktober 2010

Apa yang tengah mereka pikirkan?
Bukankah kita telah menjawab apa yang kalian tanyakan?
Sekarang bisakah kita duduk manis sambil meminum secangkir kopi panas yang tersedia ini?
Mungkin kita perlu berbicara sebentar tentang apa yang akan kita lakukan kedepan…
Kau tahu apa yang harus kita lakukan kedepan untuk masa depan kita?
aku pikir kita harus melakukan sesuatu…
Sudah capek rasanya mulut ini berbicara wacana…
Sudah lelah rasanya pikiran ini yang terus memikirkan konsep (ide)
Adakah wacana dan ide itu yang bisa kita kerjakan?
Hingga kita tak lagi menjadi “pengemis intelektual”
Aku pikir kita bisa, kau aku dan yang lain pasti bisa….
Semoga Tuhan Menyertai dan meridhoi setiap langkah kita semua. Amiin.
Yakusa!!!
Dannur27
(Senin 1 November 2010)

Bagi sebagian orang, hidup di Indonesia bagaikan hidup di surga, karena didalamnya banyak sekali kekayaan alam seperti emas, intan, mutiara, gas, batubara, dan lain-lain. Selain itu lahan Indonesia juga sangat murah harganya, apalagi kalau bisa bermain dengan para pejabat mungkin dari harga mahal ini bisa menjadi gratis. Lahan-lahan kosong ini bisa saja dibuat menjadi pabrik ataupun yang lainnya.
Dari berbagai potensi alam di Indonesia ini, dalam itung-itungan para penghitung, sangat tidak mungkin rakyatnya tidak sejahtera, kalaupun tidak sejahtera ya minimal kerja di sebuah perusahaan ataupun bisa menggarap lahan yang ada di negara Indonesia ini. Baik itu bertani ataupun berkebun.
Indonesia juga diibaratkan surga karena apapun yang kita tanam akan tumbuh di negeri ini, betapa suburnya negara ini kalau kita melihatnya dari sisi potensi kekayaan alamnya. Tapi apalah arti potensi kekayaan ala mini kalau hanya habis oleh segelintir orang saja, sekelompok orang saja yang biasa kita sebuat sebagai orang-orang yang serakah.
Orang-orang yang sudah menjual kekayaan alam ini ke tangan-tangan pemodal, mungkin kita tak ubahnya negara yang tengah di jajah oleh bangsa sendiri dan bangsa yang lain, dimana banyak kekayaan alam yang sudah dimiliki oleh orang asing.
Kalau kita melihat pada sejarahnya, negara Indonesia ini adalah negara jajahan bangsa Belanda, yang tiga setengah abad lamanya di jajah. Dampak dari jajahan ini masyarakatnya menjadi terbelakang, karena bangsa penjajah tidak memberikan kesempatan kepada para penduduk untuk bersekolah, sehingga penyakit turunannya kita menjadi sedikit kurang cerdas dari pada bangsa asing.
Karena kekurang cerdasan kita, maka semua potensi yang dimiliki oleh negara ini menjadi lahan yang empuk bagi para orang cerdas yang dengan berbagai cara bisa memanfaatkannya, hanya mereka terlihat rakus dan tidak peduli terhadap bangsa ini, sehingga kekayaanpun di lalapnya habis.
Kita bagaikan kembali terjajah, atau dengan kata lain, kita hanya sebagai pengemis yang ada di negara sendiri. Kenapa demikian, karena banyak penganggur tidak diberikan kerja, mereka hanya kerja seadanya, bahkan mereka tersingkir hanya karena sehelai kertas ijazah. Padahal lagi-lagi negara ini banyak sekali yang tidak sekolah yang menyebabkan banyak penganguran
Namun, kalau dilihat dari sudut pandang yang lain, tanah yang subur ini semata-mata untuk kepentingan rakyat yang didalamnya para pengangur, andai saja para penganggur ini diberikan kesempatan untuk mengembangkan keahliannya dalam bidang pertanian apakah mereka tidak bisa atau memanfaatkan lahan lautan yang luas ini untuk mereka. Dimana pemerintah memberikan alat untuk mencari ikan dan yang lainnya?.
Banyak pabrik yang berdiri di negara ini pun belum menjawab dari kenapa masih banyak pengangguran?, padahal secara hitungan jumlah pengangguran, akan sangat kecil apabila para pengangguran ini dipekerjakan pada parik-pabrik yang ada sekarang. Hanya jawaban yang selalu dihadapkan pada para penganggur hanya karena mereka tidak memiliki sehelai kertas ijazah.
Apakah menjamin ketika orang yang memiliki ijazah dari sekolah akan menjamin orang itu mempunyai kualitas kerja yang baik? Semestinya Indonesia tidak lah menjadi negara penganggur karena tadi itu kekayaan alam dan sumberdaya alamnya sangat kaya.
Ini sungguh ironis dengan keadaan sekarang yang masih banyak pengangguran, pengemis, orang yang gila dan sebgaianya yang mewarnai negara Indonesia ini, hal yang seharusnya itu bisa sangat sedikit di negeri yang kaya raya ini.
Sebuah harapan dari salah satu penganggur ini bisa memanfaatkan atau mengembangkan sumber daya alam yang ada di negara ini sebelum habis di kuasai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab ialah bisa diberikan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat bagi negara ini. Namun, apalah artinya ketika sebuah harapan tanpa diberikan kesempatan oleh pemilik kebijakan. Semoga harapan dan persoalan ini segera mendapat jawaban.
Oleh : Dadang Nurjaman


Dalam beberapa bulan terakhirini, pemberitaan kerusuhan merupakan yang paling banyak dimuat di media-media yang ada di negeri kita ini. Kerusuhannya pun beragam, ada yang diakibatkan oleh kekalahan pilkada, persaingan usaha, demontrasi, penggusuran dan rusuh antar etnis.
Bangsa ini memang bisa dikatakan “sakit” karena tidak sedikit masalah atau kasus yang terjadi di negeri ini. bagaimana tidak tahun ini saja, banyak sekali kasus atau masalah yang terjadi diantaranya, kriminalisasi Pimpinan KPK, Bank Century, Kasus Suap di Polri, serta kasus pilkada yang banyak kejanggalan dan yang lainnya.
Selain kasus-kasus itu semua, ada yang harus kita renungkan yakni kenapa bangsa saat ini selalu mengedepankan emosi dari pada sisi kemanusiaan. Bangsa ini sudah tidak lagi ramah, bangsa ini sudah tidak lagi memegang sopan santun dan legowonya menerima kekalahan dari orang lain, bangsa ini juga sudah tidak lagi menghargai perbedaan.
Padahal, bangsa ini sudah mengkalim dirinya sebagai bangsa timur yang sopan santun dan menghargai perbedaan, bangsa ini juga mempunyai motto “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. namun, itu semua hanya isapan jempl belaka untuk saat ini, karena semuanya sudah luntur.
Kalau kita melihat kebelakang, bangsa ini disegani oleh negara lain karena kesopanannya, bangsa ini dibangun dengan ikatan persaudaraan yang tinggi dari para pendahulu kita, yang bisa menyatukan dari Sabang sampai Marauke.
Lantas kenapa sekarang bisa berubah, apa sebenarnya yang menjadikan masyarakat ini berubah perilakunya? Ada beberapa pandangan untuk menyatakan kenapa orang Indonesia saat ini mudah untuk bertindak rusuh atau bertindak kekerasan.
Pertama, karena orang Indonesia merasa bebas, setelah 32 tahun dengan hidup yang terkerangkeng dalam sebuah sistem yang mengharuskan mereka selalu tunduk pada kebijakan pemerintah yang sebenarnya mereka (rakyat) tidak menghendaki hal itu. Salah satu contoh, sekarang setiap orang bebas mau bicara apapun, terlepas dari ada atau tidak adanya yang suka dengan omongan dia. Kalau demontrasi selalu harus diwarnai dengan kerusuhan. Apakah era orde baru ada yang seperti itu?
Kedua, orang Indonesia tidak bahagia, bisa kita lihat orang yang selalu rusuh umumnya dari kalangan ekonominya menengah kebawah, karena tuntutan hidup, sehinga orang seenaknya saja berbuat mau halal maupun tidak, dengan begitu akibatnya banyak orang yang mencuri, menjarah, memperkosa sampai membunuh. Kalau sudah begitu bukan saja urusan pribadi tetapi sudah menjadi urusan kelompok, karena ada anggapan kita harus setia kawan bahkan membunuhpun karena kesetiakawanan terhadap kawan. apakah dengan membunuh yang sebangsa apakah itu kesetiakawanan?
Ketiga, miskin pengetahuan. Karena Indonesia ini terkenal dengan banyaknya orang yang kurang pendidikanya, sehingga itu mempengaruhi pola pikirnya yang membuat mudah terhasut dan mudah untuk diarahkan sama siapa saja yang memiliki otoritas. Dan ini jelas sudah berjalan sejak dahulu. Dimana pemilik otoritas biasanya akan mudah menggerakan masyarakat.
Itulah beberapa pandangan yang saya dapatkan dari diskusi-diskusi kecil dengan kawan-kawan yang masih peduli terhadap negeri ini. Hanya saja, sampai saat ini hal itu masih menjadi wacana di seminar-seminar saja, karena pada tingkat aplikasi sangat kurang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak lembaga-lembaga yang bukan pemerintah.
Kalau kita melihat dan memahami kehidupan bangsa-bangsa Afrika, kondisinya tidak berbeda jauh dengan Indonesia saat ini, dimana bangsa terus “terjajah” bangsa asing yang membuat masyarakatnya tidak bisa menikmati kekayaan alamnya, sehingga di Negara itu tingkat kriminalitasnya sangat tinggi. nah hal ini tidak lah berbeda dengan bangsa kita Yakni Bangsa Indonesia yang kalau kita lihat acara televisi di Indonesia sungguh banyak tindak criminal baii pencurian, pembunuhan dan yang lainnya.
Indonesia bboleh dikatakan “terjajah” pula bahkan terjajahnya bukan hanya oleh bangsa asing tetapi juga oleh bangsanya sendiri, yang diantaranya banyak pejabat atau politikus yang memanfaatkan kedudukannya untuk memeras hasil bumi negeri ini. Mereka selalu menghalalkan segala cara untuk kesenangan pribadi dan kelompoknya.
Sehinggabukan tidak mungkin banyak kekayaan alam, yang itu ludes olh keserakahan para mafia di Negara ini yang merupakan kaki tangan asing di Negara ini. sangat wajar banyak warga yang bertanya dan berdemontrasi menuntut kesejahteraan di negeri ini.
Hal ini yang membuat kenapa banyak daerah yang ingin merdeka, karena kekayaan alamnya di keruk, rakyat di daerah tersebut tetaap dibiarkan miskin dan sengsara, sehingga mereka membuat sebuah kelompok-kelompok yang itu berujung pada kerusuhan dan meresahkan warga. Dimana kelompok itu menjadi sinis terhadap kelompok-kelompok lain.
Bukan hanya itu saja, kerusuhan ternyata menjadi trend buat yang suka melakukan aksi unjuk rasa saat, ada pandangan kalau aksinya tidak rusuh, maka tidak akan masuk media atau isu yang menjadi tema aksi hanya akan ditanggapi pada waktu aksi saja, namun ketika terjadi rusuh maka isu itu akan panjang.
Nah, kalo sudah begitu, pertanyaan yang sama seperti diatas, apa yang sebenarnya teradi? Apa fungsi pemerintah hari ini? Apa fungsi bimas di kandepag saat ini? Apa fungsi kantor kesatuan bangsa saat ini? Apa kerja guru saat ini kalo masih ada siswa yang tawuran? Apa fungsi polisi apabila masih ada warga antar desa, suku, dan agama yang tawuran? Akankah penjara di Indonesia selalu penuh, sehingga pemerintah menganggarkan anggaran lebih buat pembangunan Lembaga Pemasyarakatan?
Ini masalah Indonesia, masalah kita bersama yang harus diselesaikan bersama, sadar akan apa yang harus dilakukan itu yang terbaik. Jangan sekali-kai memprovokasi dan terprovokasi, karena kenyamanan, ketenangan, keamanan, serta keselamatan diri dan lingkungan kita tergantung apa pada kita. Maukah kita hidup damai di Bumi Nusantara tercinta ini?...
Oleh : Dadang Nurjaman
Tiga setengah abad rupanya bukan waktu yang singkat untuk bangsa ini di jajah oleh bangsa asing. Ribuan bahkan jutaan jiwa harus melayang karena kejamnya kehidupan pada jaman itu, genangan darah dan air mata seolah masih terasa di negeri ini. 

Kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno dan Bung Hatta, pada saat itu kabar yang sangat membahagiakan, karena merasa terbebas dari penjajah yang selain memeras kekayaan alam penjajah juga memperbudak masyarakat Indonesia untuk jadi pembantu di mereka. Waktu berlalu sedikit kemajuan pun terjadi di negara ini yang mungkin kita sebut dengan saat-saat kemerdekaan, dimana masyarakatnya sudah tidak lagi mendengar letupan bom Molotov atau suara-suara senjata yang membisingkan dan menakutkan. 

Masyarakat sekarang sudah bekerja pada bidangnya masing-masing, ada petani, buruh pabrik, nelayan, kantoran dan yang lainnya, walaupun masih banyak yang menganggur. Anak-anak pun diberikan pendidikan yang layak dari mulai SD, SMP, SMA bahkan sudah banyak sekarang yang meneruskan ke jenjang perkuliahan. Hal ini cukup bertolak belakang dengan kondisi jaman dahulu yang anak-anak ini sangat dilarang untuk sekolah, karena yang boleh sekolah hanya orang-orang yang bekerja pada para penjajah atau bisa disebut anak “gedongan”. 

Sekarang, kita berada di era reformasi setelah sebelumnya negara ini berada di era orde lama, dimana Bung Karno saat itu yang menjadi pemimpin sejak proklamasi kemerdekaan sampai tahun 1966, karena berbagai permasalahannya, Soekarno pun lengser beserta orde lamanya yang digantikan dengan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Kepemimpinan Soeharto cukup lama, sekitar 32 tahun menjadi presiden. 

Kalau melihat baik atau buruknya selama menjabat, soeharto pernah diberikan gelar bapak pembangunan di negara ini, bahkan bangsa ini juga menjadi macannya Asia yang lumayan ditakuti di Asia. Hanya, prestasinya tidak sebanding dengan kerasnya gaya kepemimpinannya yang otoriter, dimana setiap ada yang mengkritik kebijakannya, maka kalaupun tidak hilang maka meninggal. 

Media saat itupun seperti dikerangkeng, mahasiswa ditutup mulutnya, ada yang bersuara maka sudah dipastikan hilang atau ditangkap dan dimasukan ke penjara. Kondisi politik juga sangat kaku dan sudah bisa diprediksi hasilnya, warna kuning pastilah menang. Suasana mulai memanas ketika pada tahun 1997 terjadi krisis multidimensi yang didalamnya krisis kepercayaan juga, isu reformasi juga digulirkan, banyak mahasiswa yang mulai berani turun ke jalan, penjarahan dimana-mana, keributan dimana, mulai dari isu agama, suku dan kebangsaan pun bermunculan. Ini juga yang membuat Soehato pada tanggal 21 September 1997 lengser dari jabatannya, dan dialihkan ke BJ Habibi yang saat itu menjabat sebagai wakil Presiden. Dan ketika itulah genderang reformasi dibuka, semua orang bebas bersuara mengkritik pemerintahan, mahasiswa kembali berdemo, media kembali mengkritik melalui tulisan-tulisannya. sampai sekarang proses reformasi ini masih berlangsung, namun, imbas dari reformasi pun dirasakan kurang berdampak baik pada masyarakat. 

Dimana masyarakat selalu menjadi objek untuk dijual baik dalam kebijakan pemerintah maupun pada saat pesta demokrasi. Banyak kebijakan yang disebt untuk rakyat, untuk mensejahterakan rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Namun, pada kenyataannya, kebijakan tersebut tidak pernah ada, masyarakat tetap saja susah untuk mencari makan, masyarakat masih saja yang kelaparan, masih banyak masyarakat yang hidupnya tidak layak, banyak masyarakat yang masih menganggur dan perlu diperhatikan. 

Kondisi seperti ini tidak ubahnya dengan kondisi jaman penjajah, masyarakat hanya menjadi pekerja di negaranya sendiri, dan yang menikmati hanya orang lain. Parahnya lagi, disaat kondisi yang seperti ini, masyarakat disuguhi dengan tontonan kekerasan di televisi, yang membuat mental bangsa ini menjadi ambruk. Musyawarah tidak lagi menjadi salah satu cara menyelesaikan masalah, namun dengan pertengkaran dan saling bunuh merupakan cara yang saat ini lagi ngetrend.  Perkembangan teknologi juga ternyata sangat berdampak kurang baik pada negara ini. Padahal teknologi bertujuan untuk mempermudah hidup baik itu berkomunikasi maupun untuk yang lainnya. 

Namun, setelah teknologi ini datang di Indonesia, semuanya jadi berbeda, yang tadinya teknologi ini mempermudah sekarang bisa dibuat untuk melakukan kejahatan, walaupun masih banyak juga teknologi yang digunakan sebagaimana mestinya. Seperti halnya televisi. Televisi berfungsi sebagai media hiburan, pendidikan, informasi, mediasi juga kontrol sosial. Namun sekarang, televisi malah menjadi media hiburan saja yang sangat sedikit pendidikannya. Sehingga masyarakat Indonesia ya bisa dikatakan mayoritas memiliki televisi selalu disuguhi film ataupun acara-acara yang sebenarnya sudah merusak mental masyarakat. dimana masyarakat selalu ingin hidup seperti orang yang ada di film, baik itu cara makan maupun cara berpakaian dan yang lebih parah lagi mereka bersikap pun sama seperti para aktor dan aktris yang memerankan film. Dari paparan diatas, sepertinya sudah pantas kalau kita sedikit menyimpulkan, kalau perubahan dalam bidang informasi dan teknologi belum siap untuk ditangkap masyarakat Indonesia secara merata. Sebab media informasi seperti televisi sekarang sudah menjadi “guru privat” dirumah-rumah, di sekolah ada guru, di rumah bukan lagi orang tua yang menjadi guru akan tetapi televisi atau internet yang menjadi guru hidup bagi mereka. Alhasil, dari kekurangan siapan tersebut masyarakt menangkapnya lain, justru apa yang dilihatnya menjadi sebuah pembelajaran baik yang positif maupun yang negative. 

Kecenderungan yang diikuti pun malah yang negative seperti seks bebas, kejahatan, pemukulan,  pamer tubuh dan lain-lainnya. Dari jaman ke jaman negara Indonesia terus mengalami berbagai cobaan berat, mulai penjajahan secara fisik oleh bangsa asing, penjajahan secara kebijakan oleh bangsa sendiri dan sekarang penjajahan secara pemikiran yang itu di lakukan oleh bangsa sendiri dan juga bangsa asing. 

Kita juga harus sadar bahwa bangsa asing lah yang menguasasi teknologi, sehingga mereka akan sangat leluasa melakukan penjajahan, jadi kenapa kita menyebut saat ini adalah penjajahan pola pikir, karena abad sekarang adalah abad yang merupakan perang budaya di dunia.  Siapa yang kuat dan menguasai teknologi maka dial ah yang akan menguasai dunia dengan terus memasarkan budayanya. Bangsa barat dengan teknologinya tengah melakukan kampanye besar-besaran dengan tujuan penyamaan budaya, dimana budaya yang dipasarkan ialah budaya “kebebasan” yang itu sudah masuk ke wilayah-wilayah kita. Sadar atau tidak sadar kita tengah berada dalam sebuah jaman dimana menuntut kita untuk berfikir bagaimana mengalahkan penjajah dengan cara pola pikir ini. Karena yang ada hari ini lagi-lagi baik disadari atau tidak disadari kita tengah terjajah oleh bangsa asing juga bangsa sendiri.  

Untuk itu kita yang masih merasa dirinya muda harus bias terus berproses untuk menimpa diri kita agar lebih mempunyai keahlian dalam segala hal terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai juga dengan tingkat spiritual yang kuat.  Dengan begitu bukan tidak mungkin, kita akan siap bersaing dan bias mengalahkan para penjajah dengan pola yang baru ini dan akhirnya kita pun bukan hanya sekedar berada di depan pintu gerbang kemerdekaan, akan tetapi juga masuk didalam kemerdekaan itu. Yakin Usaha Sampai.
Oleh: Dadang Nurjaman

Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya keutuhan organisasi terutama bagi organisasi-organisasi yang dibentuk atas dasar ikatan primordial seperti etnik dan agama. Namun hal ini dibantah oleh dr. Sulastomo yang merupakan Mantan Ketua Umum HMI periode 1963-1964 yang menurutnya, HMI akan tetap ada sepanjanga masa ketika kader HMI masih memegang filsafal pendirian HMI.

“Sepanjang falsafah itu masih dipegang itu insya Allah HMI akan ada sepanjang masa, karena apa, ternyata para pendiri HMI bisa melihat jauh kedepan, kalau eksistensi HMI ini terlihat dengan ciri-ciri buat apa HMI ini didirikan,”kata Sulastomo yang akrab dipanggil mas Tom.

Mas Tom juga mengatakan, HMI adalah organisasi Mahasiswa yang independen, dimana independen itu menurtnya, kebebasan berfikir dan bersikap di tengah-tengah perbedaan yang bermacam-macam, inilah HMI harus tetap berjalan dengan sikap dan filosofinya sendiri. dan itu sesuai dengan keinginan anak muda. “anak muda kan tidak mau disuruh ini disuruh itu,”katanya sambil tertawa.

Leih lanjut, mas Tom juga menyebutkan, Tujuan HMI ini menciptakan manusia yang akademis, dimana akademis ini suatu insan yang memiliki ilmu dan mempunyai karakter bagaimana mengamalkan ilmunya tersebut pada masyarakat sebaik-baiknya. Hal itu sesuai dengan perkembangan jaman. “Bahwa HMI itu tidak berjalan sesuai dengan filosofisnya itu kan lain soal. Itu lah yang HMI harus introfeksi diri,”jelasnya.

Menanggapai banyaknya kritikan terhadap HMI, mas Tom mengatakan, hal tersebut di karena HMI tidak memegang teguh filosofis HMI. Diberi kesempatan independen, tapi ada kader HMI yang memiliki banyak “kiblat”.

“Ada yang ke “kiblat A”, ke “Kiblat B” dan sebagainya. Maka itu saya tidak mau membuat kiblat baru untuk kader HMI, tapi kan banyak senior HMI yang membuat banyak kiblat, dan anehnya HMI mau,”tegasnya.

Tentang banyaknya senior yang menjadi “kiblat” bagi kader HMI. Menurut mas Tim, hal tersebut tergantung pada kade HMI itu sendiri, mau atau tak HMI meng”kiblat” ke senior ini. “Saya hanya mengajak HMI untuk kembali ke khitahnya, kenapa HMI ini didirikan. Kalau idealisme itu dipegang teguh, maka HMI akan terus ada sepanjang jaman,”katanya.

Mas Tom, juga mengaku malu sebagai alumni HMI melihat yang terjadi hari ini, dimana menjelang kongres ini banyak sekali “gerbong”, dimana ada yang membuat posko pemenangan, ada yang diberi handphone sama senior dan yang lebih parah ada terdengar isu money politic di kongres.

“Itu kan sebenarnya tidak harus ada di organisasi kader seperti HMI, Jadi hal-hal tersebut harusnya sudah mulai dibersihkan kembali dari organisasi kader seperti HMI, kalau memilih ketua umum, ya pilihlah secara demokrasi dan sesuai dengan kualitas,”jelasnya.(Dadang Nurjaman)

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!