Rabu, 10 November 2010


Ribuan orang berkumpul di sini, di Graha Insan Cita (GIC) Depok. Mereka dari seluruh pelosok di Negeri yang bernama Indonesia, dan berada di organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam.
Mulai dari Sabang hingga Marauke semuanya ada disini, dari suku sunda, jawa, madura, dayak, batak, bugis dan sebagainya datang kesini untuk satu tujuan yakni mengikuti jalan pesta demokrasi organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia bahkan di dunia.
Warna Hijau Hitam terasa sangat kental di gedung ini, poster, banner, spanduk hingga baligo berukuran besar terpasang disetiap pojok di sekitar GIC. Selama berlangsungnya kongres boleh kita sebut kampung ini adalah kampung HMI.
Nyanyian perjuangan seolah terus terlantunkan disetiap pojok kamar tidur, riungan diskusi seolah tidak pernah berhenti, obrolan warung kopi seolah menjadi pemandangan indah dimalam hari dengan tidak menyisakan tempat bagi warga selain warga HMI dan tentunya suara teriakan intrupsi seperti tidak pernah berhenti di dalam arena Kongres.
Lalulalang mobil kandidat juga memberikan pemandangan yang indah pula, dimana antar jemput para pemimpin cabang untuk konsolidasi dengan kandidat terlihat seperti para pejabat yang sudah selesai dengan pertemuan dengan koleganya.
Tidak ramai rasanya kalau tanpa peserta penggembira yang terus berakivitas, ada yang diwarung kopi, ikut diskui, ikut nongkrongin forum kongres dan ada juga yang jalan-jalan disekitar kota Depok atau Jakarta.
Malam tiba, suara musik pun terdengar disekitar GIC, musik ini memang sengaja disediakan panitia untuk menghibur para peserta kongres baik peserta utusan maupun peserta penggembira.
Dimana masing-masing cabang yang memiliki kreatifitas dalam bidang musik maupun puisi dipersilahkan tampil. Puisi, musik pop, musik perjuangan HMI hingga lagu daerah dibawakan peserta penggembira yang memang sengaja untuk menghibur kader HMI yang ikut dalam kongres HMI yang ke-XXVII Depok.
Rangakaian kegiatan ini memang membutuhkan uang yang banyak, tapi mungkin kita hanya bisa memprediksikan saja tanpa tahu berapa besar jumlah uang yang dikeluarkan seluruh kader HMI selama kegiatan Kongres ini berlangsung.
Lepas dari masalah anggaran, Dari berbagai kegiatan yang ada di sekitar GIC ini, semuanya berbicara mimpi, semua berharap di HMI, semua merindukan pemimpin HMI yang terbaik, semua berbicara tentang masa depan bangsa, masa depan pribadi juga masa depan organisasi.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut? Organisasi ini memang pintar membentuk kadernya untuk berfikir dan bertindak, sehingga wajar ketika kader HMI mempunyai mimpi besar dalam hidupnya.
Kecenderungan mimpi kader HMI saat ini tidak akan lepas dari menjadi tokoh, pemimpin, politikus, pengusaha sukses, akademisi , seniman, budayawan dan yang lainnya.
Oleh : Dadang Nurjaman

Ribuan orang berkumpul di sini, di Graha Insan Cita (GIC) Depok. Mereka dari seluruh pelosok di Negeri yang bernama Indonesia, dan berada di organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam.
Mulai dari Sabang hingga Marauke semuanya ada disini, dari suku sunda, jawa, madura, dayak, batak, bugis dan sebagainya datang kesini untuk satu tujuan yakni mengikuti jalan pesta demokrasi organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia bahkan di dunia.
Warna Hijau Hitam terasa sangat kental di gedung ini, poster, banner, spanduk hingga baligo berukuran besar terpasang disetiap pojok di sekitar GIC. Selama berlangsungnya kongres boleh kita sebut kampung ini adalah kampung HMI.
Nyanyian perjuangan seolah terus terlantunkan disetiap pojok kamar tidur, riungan diskusi seolah tidak pernah berhenti, obrolan warung kopi seolah menjadi pemandangan indah dimalam hari dengan tidak menyisakan tempat bagi warga selain warga HMI dan tentunya suara teriakan intrupsi seperti tidak pernah berhenti di dalam arena Kongres.
Lalulalang mobil kandidat juga memberikan pemandangan yang indah pula, dimana antar jemput para pemimpin cabang untuk konsolidasi dengan kandidat terlihat seperti para pejabat yang sudah selesai dengan pertemuan dengan koleganya.
Tidak ramai rasanya kalau tanpa peserta penggembira yang terus berakivitas, ada yang diwarung kopi, ikut diskui, ikut nongkrongin forum kongres dan ada juga yang jalan-jalan disekitar kota Depok atau Jakarta.
Malam tiba, suara musik pun terdengar disekitar GIC, musik ini memang sengaja disediakan panitia untuk menghibur para peserta kongres baik peserta utusan maupun peserta penggembira.
Dimana masing-masing cabang yang memiliki kreatifitas dalam bidang musik maupun puisi dipersilahkan tampil. Puisi, musik pop, musik perjuangan HMI hingga lagu daerah dibawakan peserta penggembira yang memang sengaja untuk menghibur kader HMI yang ikut dalam kongres HMI yang ke-XXVII Depok.
Rangakaian kegiatan ini memang membutuhkan uang yang banyak, tapi mungkin kita hanya bisa memprediksikan saja tanpa tahu berapa besar jumlah uang yang dikeluarkan seluruh kader HMI selama kegiatan Kongres ini berlangsung.
Lepas dari masalah anggaran, Dari berbagai kegiatan yang ada di sekitar GIC ini, semuanya berbicara mimpi, semua berharap di HMI, semua merindukan pemimpin HMI yang terbaik, semua berbicara tentang masa depan bangsa, masa depan pribadi juga masa depan organisasi.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut? Organisasi ini memang pintar membentuk kadernya untuk berfikir dan bertindak, sehingga wajar ketika kader HMI mempunyai mimpi besar dalam hidupnya.
Kecenderungan mimpi kader HMI saat ini tidak akan lepas dari menjadi tokoh, pemimpin, politikus, pengusaha sukses, akademisi , seniman, budayawan dan yang lainnya.
Oleh : Dadang Nurjaman
Momentum Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke-27 yang digelar sejak 5/11 di gedung Graha Insan Cita (GIC), Depok, memberikan dampak yang positif bagi para pedagang yang ada di luar GIC maupun yang ada di dalam GIC.

Pak Minto (74) misalnya, ia merasa beruntung bisa berjualan pada acara Kongres HMI. Sebab, dengan berjualan di kongres HMI, barang dagangannya akan sangat laku terjual  “Saya mulai jualan dari awal kegiatan kongres ini dibuka, sabtu (5/11), dan Insya Allah sampai akhir acara,” kata Minto.

Minto yang tas bermotif batik juga mengatakan, dirinya memang sering jualan jika ada even-even nasional, Khusus untuk kegiatan kongres HMI ini, Minto mengaku sudah kelima kalinya.

Produk ini, lanjut Minto, banyak diminati oleh para pengunjung bazaar, terutama kaum HMI-Wati. Terbukti, selama 4 hari berjualan, terhitung mulai sabtu (5/11) sampai hari ini (selasa, 9/11) sudah 300-an potong tas terjual.

“Harga yang kami tawarkan berkisar antara Rp. 20.000 – Rp. 35.000, jadi omset yang telah kami dapatkan mencapai 10 jutaan lah,”ungkap Mintoyang datang ke acara kongres Bersama isteri dan anaknya.

Berbeda dengan Minto, penjual lain yang ketiban untung di Kongres HMI ini adalah Dul (30), yang menjual bermacam-macam aksesoris HMI yang diproduksinya sendiri. “Dalam sehari cukuplah untuk kebutuhan rumah tangga,” katanya sambil menempelkan lem di aksesoris buatannya itu.

Aksesoris yang dijual oleh Dul mulai dari pin, gantungan kunci, stiker, bross, yang kesemuanya merupakan aksesoris HMI. Menurutnya, pendapatan seharinya tidak tetap, tapi, lanjutnya, omset selama 4 hari ini sudah mencapai 3 juta rupiah.

“Bagi saya ini sudah lumayan, Karena yang berjualan aksesoris ini banyak, sehingga pembeli tidak semuanya membeli kesini,” ujarnya.

Antusias para pengunjung bazaar di Kongres HMI ke-27 cukup tinggi. Momen ini dimanfaatkan kader untuk memperbanyak koleksi simbol-simbol HMI. Di momen seperti inilah banyak dijual aksesoris-aksesoris tersebut.

“Saya beli baju yang berlambangkan Kongres HMI ke 27, hitung-hitung untuk kenang-kenangan. Untuk adek-adek saya yang tak bisa datang di acara kongres ini, saya belikan mereka oleh-oleh pin HMI dan gantungan kunci dengan lambang Kongres HMI ke 27,” kata Endras, kader HMI Cabang Malang.

Hal yang sama juga dialami oleh Fariha, pengurus HMI Cabang Pontianak, hampir setiap hari dirinya mengunjungi bazaar. Selain untuk melihat-lihat, tetapi juga membeli produk yang dijajakan di bazaar sana.
“Saya senang kesana karena banyak yang bisa ditemukan di bazaar ini, yang sering saya kunjungi adalah bazaar buku murah, sudah tiga buku yang saya beli untuk bacaan ketika pulang ke pontianak nanti,” kata mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Pontianak ini.

Bukan hanya yang ada di dalam, pedagang yang berada diluar GIC pun kebagian untungnya. Berdasarkan pantauan, warung-warung yang berada sekitar GIC selalu dijejali pengunjung yang merupakan kader HMI yang tengah mengikuti kongres HMI ke-27.

Keuntungan yang didapat setiap harinya bisa mencapai 50 persen dibandingkan hari-hari biasanya. “Syukur Alhamdulilah, sejak adanya acara ini (Munaskoh dan kongres,red.) pembeli warung saya banyak, melebihi hari-hari biasanya,” kata Bu Ely, salah satu pemilik warung masakan padang yang terletak di samping Masjid Baitul Hikmah Graha Insan Cita, Depok.

Sementara warung yang lain, terdapat sebuah warung yang bertuliskan Cafe “Hijau Hitam”. Menurut salah seorang penjaganya, Budi, menuturkan, warung yang dijaganya kini makin rame pada kongres HMI yang dibuka beberapa hari lalu.

Budi mengatakan, suasana cafénya semakin hari semakin rame dikunjungi para peserta kongres. Pemilik café Alip Purnomo yang merupakan mantan Ketua Umum HMI Cabang Depok, sengaja mendirikan café ini untuk acara kongres HMI.

“Makin rame mas, bisa nyampe 50 persen per-harinya,” tutur Budi.

Berbibara soal pembeli, pemilik usaha mie ayam yang terletak persis didepan Gedung Graha Insan Cita, Agus, juga memberikan keterangan warungnya kini tambah banyak pembeli. “Alhamdulillah, warung tambah banyak pembeli” tutur pria pemilik postur tubuh pendek itu.

Namun, disayangkan oleh Agus, ada suatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh para partisipan Kongres. “Aksi-aksi yang menurutnya mengganggu ketenangan tidak dilakukan. Selain mengganggu aktifitas dagang hal tersebut juga tidak baik untuk adik-adiknya.“ tutur Agus sedikit menyesalkan perbuatan itu.(jepri/yudi/dadang)
“Ruwat Bangsa Jeung HMI”, begitu judul teatrikal yang dilakukan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di hadapan ratusan orang yang tengah mengikuti Kongres HMI ke-27 di Graha Insan Cita, Depok. Selasa malam (9/11).

Teatrikal tersebut dilakukan untuk mendo’akan para kader HMI agar terhindar dari permainan politik praktis serta menghindari adanya money politic dalam rangka suksesi pesta demokrasi Kongres HMI ke-27. Hal ini upaya untuk mengingatkan para kader HMI agar berjuang dengan arah ideologinya, yang termaktub dalam Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP).

Adang Ibnu Bakar, yang merupakan aktor teatrikal dan juga sebagai Ketua Bidang Eksternal Badan Koordinasi (BADKO) Jawa Barat yang ditemui mengatakan, jangan sampai dalam Kongres HMI, terjadi money politic untuk mendapatkan suatu kemenangan. Kembalikan semua pada hati nurani para peserta untuk memilih.

“Kalau dalam organisasi perkaderan ini sudah bermain politik praktis dan money politic, diyakini HMI akan tinggal nama dan sendirinya kejayaan HMI akan hilang. Besar harapan HMI bisa kembali pada ghiroh perjuangan, masih banyak hal di luar sana yang mungkin terlupakan bahkan tidak disentuh,”kata Adang.

Bahkan, Adang juga menegaskan, dari pada bermain money politic, lebih baik pergunakan untuk keperluan yang lebih bermanfaat dan juga bisa memberdayakan kader-kader HMI agar semakin berkualitas intelektualnya.
“Bisa dialokasikan untuk program beasiswa, yang mungkin banyak kader HMI yang membutuhkan, juga bagi saudara kita yang sekarang lagi terkena bencana di Jogja dan Mentawai,”ujar Adang yang juga aktif dalam Komunitas Teater Giri Kencana di Cianjur.

Adang berharap, agar kader HMI agar selalu bersaing sehat dalam mendapatkan kedudukan. Lebih baik duduk bersama-sama untuk menimbang permasalahan yang ada dalam HMI, sebagai acuan dalam melaksanakan kerja dan dipadukan dengan visi misi yang nyata. (Endra-dadang)
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!