Selasa, 02 November 2010

Memang tidak pernah mati perubahan ini. Era informasi yang semakin pesat, media seperti koran, radio, televise dan sekarang internet. Dengan teknologi itu, informasi bisa kita dapatkan kapan saja dan dimana saja, hanya sejauhmana kita bisa menilai sebuah informasi ini baik untuk kita apresiasi atau kita kritisi?.

Masihkah kita bisa focus di era informasi yang cukup banyak dan berkesinambungan ini? Mungkin dengan tulisan yang saya ambil dari ANTARANEWS.COM, kita bisa belajar bagaimana kita bisa memaknai apa yang terjadi hari ini. Semoga setiap perubahan ini bisa kita ambil sisi positifnya dan kita bisa bersaing dengan yang lainnya…

Jakarta (ANTARA News/ Ardika) - Ingin punya ketrampilan berpikir kritis di era lautan informasi? Berkonsentrasilah, karena dengan berkonsentrasi Anda memicu dan memacu ingatan akan segala peristiwa yang berkelabat atau fakta yang berkesinambungan.

Tingkatkanlah ingatan anda dengan berkonsentrasi secara terus menerus. Berpikir kritis berarti mengajukan pertanyaan mengenai seberapa banyak hal yang Anda ketahui dan pahami.

Jika Anda cenderung lupa nama seseorang, maka amati dan camkan nama seseorang ketika bertemu kali pertama. Cara mudahnya, ambil "sesuatu" yang mudah Anda ingat untuk mengingatkan orang itu. Misalnya, Barbara yang mengenakan rok merah, Paijo yang menggunakan sepeda lipat.

Konsentrasi memungkinkan Anda "hadir" dalam informasi itu. Jika seseorang mengatakan bahwa dia kurang dapat berkonsentrasi, itu artinya ia kurang mencamkan informasi secara seksama. Dengan mengonsumsi informasi, Anda menyimpannya dalam ingatan dalam jangka waktu relatif lama.

Buku berjudul "Memory Boosters" yang ditulis Dr Jo Iddon dan Dr Huw Williams menyatakan penyebab seseorang kurang dapat berkonsentrasi salah satunya karena ia kurang memberi perhatian pada kali pertama. Bukankah ada ungkapan populer, cinta pada pandangan pertama.

Tidak jarang seseorang diliputi kesibukan luar biasa. Karena itu, disarankan agar berkonsentrasi kepada hal-hal prioritas saja. Kemampuan mengidentifikasi gagasan-gagasan penting dan mengenali segala rincian, dapat membawa Anda sampai kepada berpikir kritis.

Memotivasi diri terus menerus dapat menjadikan Anda relatif terampil membangkitkan konsentrasi. Berlatihlah untuk berkonsentrasi selama 20 menit, 50 menit, kemudian berilah porsi waktu lebih banyak dari hari ke hari. Diharapkan Anda terlatih dalam memproses informasi secara kritis.

Apa yang harus ditempuh jika seseorang dihadapkan kepada banyak hal? Kenalilah bahwa Anda sedang berhadapan dengan gejala "perhatian terpecah". Bersegeralah memilah-milah perhatian agar Anda dapat menemukan hal-hal penting, dan menghalau hal-hal kurang penting.

Berilah prioritas jika perhatian Anda terpecah. Fokus, fokus, dan fokus.

Memang banyak orang mampu melakukan banyak pekerjaan. Namun, jauh lebih mudah jika Anda memilah dan menyelesaikan tugas yang relatif mudah. Bukankah ada ujaran, selesaikan dulu tugas yang mudah lebih dulu, sebelum beranjak ke tugas-tugas yang lebih sulit.

Menurut Hiddon dan Williams, berpikir kritis berarti mengintegrasikan fakta dengan makna. Manusia dikenal sebagai ciptaan yang dapat merangkai dan memaknai segala peristiwa dengan menggunakan akal budinya. Memaknai peristiwa berarti menghubungkannya dengan hal-hal yang sudah akrab dalam hidup keseharian.

Caranya? Pilahlah dalam kategori-kategori. Akan lebih mudah dilakukan jika Anda memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi baru dengan berkonsentrasi tiada henti.(A024/BRT)

Malam tadi, di acara today’s dialog MetroTV membahas tentang kesetiaan Mbah Marijan terhadap perintah Sultan Hamengkubuwono IX. Dalam dialog tersebut, semua narasumber yang hadir disana menyatakan terkesan dan kagum dengan sikap Mbah Marijan itu.

Kesetiaan Mbah Marijan itu ditunjukan oleh tidak maunya dia turun dari gunung Merapi yang mau meletus pada 2006 yang lalu. Tahun ini disaat orang semua lari menyelematkan diri, Mbah Marijan tetap diam di rumah walaupun kahirnya meninggal.

Pada tahun 2006 tersebut bukan tidak ada yang membujuk Mbah Marijan untuk turun dari gunung berapi, Setingkat Sri Sultan Hamengkubuono X pun, Mbah marijan “cuekan” perintahnya, karena menurut dia, Sri Sultan Hamengkubuono X bukan atas nama kesultanan tapi atas nama pemerintah, sehingga Mbah Marijan tidak mau.

Tahun ini, Mbah Marijan juga sempat dibujuk oleh Andi Arif yang merupakan Staf Ahli Presiden bidang penanggulangan bencana, namun hasilnya, Mbah Marijan “keukeuh” tidak mau meninggalkan apa yang menjadi kewajibannya sebagai juru kunci gunung merapi walaupun akhirnya meninggal.

Selain membicarakan tentang Mbah Marijan, dalam dialog tersebut juga ditunjukan tayangan berita presiden Chili yang setia menanti 33 penambang yang tertimbun di bawah tanah selama berhari-hari dan akhirnya selamat.

Mungkin saya tidak melihat sampai detail dari apa yang dibicarakan dari dialog tersebut. Hanya saja, ketika saya melihat tayangan tersebut dan melihat dua orang tersebut saya menjadi bertanya pada diri saya, apakah presiden atau pimpinan saya bisa seperti itu?

Bulan-bulan ini atau mungkin sudah selam 6 tahun saya merasakan tidak memiliki presiden, dan saya hanya merasa ada “Putra Indonesia” di Negara ini. Saya juga sedikit mengikuti kegiatan Putri Indonesia yang hanya jalan-jalan, memasarkan Indonesia dan hadir di acara-acara seremoni yang berhubungan jabatannya sebagai Putri Indonesia.

Selama ini saya cukup tertarik dengan pemberitaan SBY, saya melihat gaya ngomongnya, cara memainkan tangannya ketika bicara dan cara dia memerintah juga dia rapat. Ya walaupun hanya di dalam berita.

Kita melihat sesosok Presiden yang selalu berbicara dengan penuh tanda dan tampil selalu ingin di puji serta dipandang terhormat dibalik kegagalannya memimpin negeri ini. Pemimpin yang tidak mau bertegur sapa dengan masyarakatnya.

Pemimpin yang selalu dibungkus dengan pengamanan yang ekstra ketat yang ketika menggunakan jalan, kota Jakarta bisa macet total. Pemimpin yang tidak bisa tangap dan kurang responsif, pemimpin yang hanya marah ketika tidak ada yang mendengarkan dia ngomong saat rapat.

Pemimpin yang tidak punya tempat aman di daerahnya sendiri, yang dimana bila dia dating ke suatu daerah pasti ada penyambutan dari gerakan mahasiswa yang selalu unjuk rasa menolak kedatangan presiden.

Sebenarnya Siapa presiden kita? Siapa pemimpin negeri ini? Siapa yang harus diikuti oleh penghuni bangsa Indonesia? Siapa pemimpin yang harus dipercaya oleh masyarakat Indonesia?

Tentu Presiden kita berbeda dengan dua tokoh yang disebut diatas yakni presiden Chili dan Mbah Marijan. Presiden Chili sangat agresif untuk membantu dan selalu mengambil langkah cepat hingga dia datang dan menunggu para penambang yang menjadi korban.

Sosok Mbah Marijan yang benar-benar setia akan perintah atasannya dan setia menunggu tanggung jawabnya sebagai kuncen hingga Mbah Marijan mau meninggal demi tugasnya tersebut.

Apakah pemimpin kita sudah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kedua tokoh tersebut? Kedua tokoh ini merupakan manusia biasa seperti kita-kita ini, dan kita belum menyebut Nabi Muhammad yang dia mendapat gelar Al- Amin karena kejujurannya.

Bisakah pemimpin kita adil, tegas dan jujur? Bisakah pemimpin kita berinteraksi dengan masyarakat kalangan bawah dan memberikan semangat untuk terus hidup di keadaan yang serba bebas ini. Kapan itu kita dapatkan? Jawabannya adalah sedikit kemungkinan untuk itu. Tapi kita tidak perlu pesimis, karena perubahan itu pasti datang walaupun tak dijemput, tapi alangkah baiknya kalau kita menjemput perubahan itu.

Oleh : Dadang Nurjaman

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!